Tuesday, September 20, 2016

Dan Aku Ingin Selalu Berada di Dalamnya



Tubuhmu adalah rumah
Pada tapakmu aku dalam menjejak
Walau segala di sekelilingku perlahan terserak

Tubuhmu adalah rumah
Pada tungkaimu aku menggelayut
Serupa bocah kecil yang memejamkan mata saat bermain ayunan tanpa rasa takut
Meyakini bahwa sejauh apapun ia terlontar ke segala arah, angin takkan mengkhianatinya

Tubuhmu adalah rumah
Pada dadamu aku bebas mendesah
My numpahkan resah yang melimpah ruah
Pada dadamu yang merekah
Aku menemukan cercah

Tubuhmu adalah rumah
Pada figurmu aku menemukan dinding-dinding kokoh yang melintang
Pada tegapmu aku menemukan sokongan yang menggenggamku kencang
Pada lekukmu aku menemukan ruang-ruang lapang yang tanpa ragu memantulkan gemaku lantang-lantang

Tubuhmu adalah rumah
Pada pundakmu aku menata kain taplak dan sebuah vas kristal senada berisi buket harapan yang meneteskan embun segar
Baru saja kupetik setelah sebelumnya menyingkirkan seikat kegelisahan yang sudah layu dan segenggam ketakutan yang lama telah meranggas kuyu

Tubuhmu adalah rumah
Pada irama detak jantungmu yang konstan serupa rintik hujan
Aku menatap kehidupan dari balik teralis jendela sembari mencecap kopiku perlahan

Tubuhmu adalah rumah
Pada aliran darahmu yang menggelegak laksana ombak
Aku berkawan perdu yang luas menghampar dan cangkang kerang yang menawarkan diri tuk terdampar

Tubuhmu adalah rumah
Pada hembus napasmu aku belajar bahwa penat tak ubahnya secarik kain ketat yang bisa kutanggalkan kapan saja
Bahwa kenangan hanyalah wajah buram dan latar pudar di dalam pigura yang kini tak lagi berarti apa-apa

Tubuhmu adalah rumah
Pada kerut raut di wajahmu aku menyusuri kepribadianmu yang serupa karya seni
Yang kupandang dalam decak kagum tiada henti
Yang hingga kini masih saja terus kumaknai

Tubuhmu adalah rumah
Pada lengkung senyum di ujung bibirmu aku disambut kelok pelangi
Memang tak selalu berwarna-warni
Namun ketidakpastian itulah yang menjadikannya layak dinanti

Tubuhmu adalah rumah
Pada helai rambut ikalmu aku berkemah
Tanpa perlu susah payah mendirikan tenda dan mencari kayu bakar bermandi keringat
Dalam dekapmu aku senantiasa hangat

Tubuhmu adalah rumah
Pada sidik jarimu aku menyapukan jejak
Berharap dengan demikian kita takkan pernah berjarak

Tubuhmu adalah rumah
Pada nadimu aku meniti perjalanan
Sepenuhnya memahami bahwa di manapun aku kini maupun nanti berada
Aku selalu berada di rumah

Karena tubuhmu
Adalah rumah

Upon Considerations and a Decision



You may fail to see the so called empowerment in my act of subduing to the norms of what you perceived as an obviously patriarchal religion, but I believe that Islam and Quran itself—like any other religions and its texts, are widely open for interpretation resulting in one's comprehension that in no way can be generalized.
I, with full consciousness, choose to cover this way because I'm fighting against a systematic oppression in which women's bodies are being commodified and objectified and sexualized. This is my kind—a different form of empowerment resulting in that when I'm in public, my whole self is in my own control, and that's including my body and my gender and my sexuality. People have to deal with me and my brain and my abilities and who I really am without having to judge the body and physical traits I inherently born with. I know, people will always judge anyway, but the point is, in my opinion, feminism is about respecting people's choices and backgrounds and understanding how different things empower different humans.
You may embrace your ultimate freedom through your nudity because you are so done with the society oversexualizing your mammalian glands, while at the same time I may liberate myself through the twist of my hijab because I want to be the only one who's in control of even one single hair strand of mine. And that's completely fine because on the bigger scale, oh dear my fellow sisters, we are still in the same line of a fight against the same kind of enemy.

Monday, September 19, 2016

Secarik Kisah tentang Laut dan Rasaku yang Tak Kunjung Surut



Barangkali cinta tak punya muara dan kita adalah jiwa-jiwa merana yang terperangkap dalam pusaran fana.